Hari ini sedikit berbeda. Sengaja aku tak
ingin membahas mengenai hari ini denganmu. aku terlihat nampak biasa saja
menyambut datangnya hari ini. Sebab, aku ingin tahu apakah kamu masih ingat
atau tidak dengan tanggal 18 Maret 2018. Seperti biasa kita chattingan membahas kesibukan kita
masing-masing. Pukul tujuh malam kamu berjanji menjemputku di rumah.
Tak lama kemudian kau datang ke rumah. Kamu
bertegur sapa, lalu berpamitan kepada orang tuaku untuk mengajakku pergi
sebentar menikmati malam di tengah kota. Di sepanjang perjalanan, aku duduk
dibelakang, aku nampak biasa saja, tak sedikit pun membahas tentang hari
spesial ini, begitu pun kamu terlihat sangat dingin denganku. Kulihat dari kaca
spion kau tampak tak seperti biasa, kau banyak diam dan fokus mengendarai
motormu.
Tak
lama kemudian, kau berhenti di sebuah cafe yang terlihat sangat menarik dan
bernuansa syahdu dengan hiasan banyak lampu dan dinding yang terkesan sangat
romantis. Kuletakkan helmku di spion motormu.
Mungkinkah kamu ingin
memberiku kejutan yang spesial di malam aniversary kita ini. Kira-kira apa yang
akan kamu berikan untuk aniversary pertama kita ini.
Kamu menggandengku, lalu kita masuk ke dalam
cafe itu, kita duduk berdua dan memesan minuman dan makanan kesukaan kita masing-masing. Kita
bercengkrama banyak hal. Namun, tetap saja kau tak sedikit pun membahas tentang
hari ini. Aku sedikit kecewa, sebab yang kupikirkan salah dan aku mulai membuka
omongan mengenai hari ini dan aku ingin tahu apakah kamu benar lupa atau
pura-pura lupa tentang hari ini. Namun sebelum aku menanyakan hal itu kepadamu,
kamu memberiku pertanyaan yang tak biasa.
"Jika suatu saat aku pergi jauh, apa
yang akan kamu lakukan?" ucapnya serius.
Aku terdiam, Kutatap raut wajahnya. Aku ingin
menangis, namun aku tak kuasa.
"Ah, bicara apa sih kamu?" jawabku
sambil memalingkan muka.
Kamu pun tersenyum dan bilang kalau itu hanya
guyonanmu saja karena ingin melihat seberapa khawatirkah aku jika suatu saat
kamu tinggalkan. Seketika semua harapan tentang perayaan hari spesial ini pun
pupus karena satu pertanyaan konyol.
Kau masih saja tak membahas tentang hari ini.
Kau diam, mukamu pucat dan sifatmu dingin tak seperti biasa. Ada yang aneh, namun
aku masih saja amenganggap mungkin kau hanya kelelahan.
Tiba-tiba ada panggilan masuk di handphonemu. Setelah mengangkatnya, kau
terburu-buru untuk mengajakku pulang. Kau bilang ada yang perlu diselesaikan
malam ini. Aku tak banyak bertanya mengenai urusanmu ini. Namun di tengah
perjalanan, kau berhenti di sebuah tempat. Di taman pinggir danau dengan hiasan
aksen lampu yang syahdu.
Tempat itu adalah tempat pertama kali kau
menyatakan perasaanmu padaku dan ternyata di tempat itu kau sudah mempersiapkan
kejutan aniversarry untukku. Di sana, sudah tersedia dua bangku dan di atas
mejanya sudah tersedia bunga mawar dan sebuah kue yang berhias lilin di
atasnya. Tak hanya itu, di depan bangku tersebut, kau sudah siapkan band yang mendendangkan lagu-lagu
romantis. Seketika, mengenai pertanyaannya tadi, aku tak ingin memikirkannya lagi.
"Terimakasih, Sayang," ucapku secara
spontan sambil memelukmu
Kau hanya membalas dengan senyuman manismu.
"Masih ingatkah kamu dengan tempat
ini?" pertanyaannya padaku.
"Tentu aku masih mengingatnya, ini
tempat pertama kali kamu menyatakan perasaanmu padaku," jawabku sambil
tersenyum.
"Aku sudah persiapkan kejutan ini
untukmu, aku ingin membahagiakanmu, aku ingin melihat senyum dari bibir
mungilmu," ujarnya sambil menatapku tajam.
Aku hanya tersenyum sambil menatapnya. Aku
lihat cinta di matanya tanpa kusadari air mata ini menetes dan tak menyangka
bahwa yang kupirkan salah. Dia mengingatnya. Aku merasa berdosa sudah
berpikiran buruk padanya.
"Aku punya kado untukmu, kuharap kamu
mau menerimanya. Kado ini boleh kamu buka nanti sesampainya di rumah," ujarnya
sambil menyodorkan sebuah kotak berwarna pink.
"Mengapa harus nanti?" tanyaku
sambil mentapnya.
"Ah sudahlah, ikuti saja
kemauanku."
Aku merasa menjadi wanita yang sangat
bahagia. Hingga sulit aku mendiskripsikan perasaanku. Hampir satu jam kita menghabiskan
waktu di tempat itu. Kita mengenang masa setahun silam. Kita berfoto berdua untuk
mengabadikan kenangan aniversary pertama kita.
Kulihat wajahnya, ia tak sebahagia biasanya.
Senyumnya tidak lepas seperti biasanya. Berkali-kali dia mengeluarkan handphone dari saku jeansnya dan sibuk dengan itu. Ada sedikit
kekesalan yang merundung hatiku.
"Di hari yang spesial ini mengapa dia
malah sibuk dengan handphonenya,"
ujarku dalam hati.
Namun aku tak mau berfikir aneh-aneh, mungkin
ada pekerjaan yang penting yang harus dia selesaikan. Malam sudah menunjukkan
pukul sembilan lewat empat puluh menit, kamu mengajakku pulang. Namun kejutan
malam ini masih mengganjal di benakku, aku tak mau berfikir macam-macam.
Sesampai di rumah dia langsung saja
berpamitan untuk pulang. Dia terlihat terburu-buru. Aku bingung. Namun, di sisi
lain aku sangat bahagia dengan kejutan yang dia persembahkan untukku. Aku
merasa menjadi wanita yang istemewa malam ini. Tak lama setelah dia pulang, aku
terburu-buru masuk ke kamar dan aku sudah tak sabar ingin membuka kado yang dia
berikan untukku.
"Ah, sungguh malam yang indah," ucapku dari hati dengan sedikit lega.
Kira-kira apa yang ada di dalam kotak ini
Setelah kotak tersebut terbuka, aku hanya
diam, terkejut dengan apa yang ada di dalam kotak tersebut, Aku ambil hadiah
tersebut, tak kusangka dia bisa seromantis ini.
"Ah, bahagianya perasaan ini. Rasanya
seperti..., Aku tak bisa mendeskripsikan apa yang sedang kurasa malam ini. Aku
merasa menjadi wanita yang istimewa. Rasanya aku sudah dibuatnya terbang
melayang-layang di udara,” ucapku sambil kegirangan.
Setelah aku membuka kado tersebut, aku
terburu-buru mengambil handphoneku
segera aku kirim pesan untuknya. Aku gemetar memegang handphoneku. Aku bingung
ingin mengetik pesan apa untuknya. Dia terlalu baik, terlalu romantis di malam
aniversary kita ini hingga membuatku tak mampu berkata-kata. Dugaan yang
menganggap dia melupakan tanggal ini ternyata salah. Kutatap layar handphoneku, bingung. Hatiku sangat
bahagia. Aku tak sanggup menulis pesan
untuknya.
"Ah, aku bingung, rasanya aku tak
sanggup berkata-kata meskipun aku pandai merangkai kata. Lebih baik besok saja aku temui dia dan
berterima kasih langsung dengannya, lalu menanyakan apa maksudnya memberi
hadiah ini untukku.” ucapku sambil melihat kado yang dia berikan.
Malam sudah menunjukkan pukul dua belas lebih
tiga puluh menit aku masih terjaga karena kegirangan dengan momen malam ini
hingga membuatku susah tidur. Namun di lain sisi rasanya ada yang mengganjal
aku merasa bahagia namun di hatiku ada sedikit rasa gelisah. Aku tidak mengerti
rasa ini timbul dari mana. Sebab mengenai pertanyaan dan perilakunya yang aneh
malam ini aku sudah melupakan.
"Mungkin sifatnya yang dingin tadi
adalah salah satu cara yang dilakukannya untukku agar aku tidak curiga dengan
kejutan yang dia berikan," pikirku dalam hati sambil melamun.
"Ah, ngapain sih aku masih memikirkan
hal itu, lebih baik besok sajalah aku tanya sendiri pada Rino. Sekarang, lebih
baik aku tidur," ucapku setelah tersadar dari lamunan.
Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh pagi
tepat. Aku lihat handphoneku ada lima
puluh lebih panggilan tak terjawab dari nomor yang tidak kukenal. Aku tak
menggubrisnya.
"Mungkin hanya orang salah nomor
saja," pikirku sambil melihat layar handphone.
Setelah terbangun dari tempat tidur aku pun
langsung bergegas untuk bersiap-siap menemui Rino. Rasanya aku ingin cepat-cepat menemui Rino,
ada banyak hal yang ingin aku tanyakan padanya. Tak lama setelah semua beres
aku pergi ke rumah Rino. Sesampai di gerbang rumahnya, aku lihat ada banyak
orang yang berdiri di depan rumah Rino, ada tenda yang terpasang di depannya
dan banyak kursi yang berjejeran, tertata rapi. Aku terkejut, bingung dan
bertanya-tanya. Seketika aku turun dari motorku dan aku masuk ke dalam rumah
Rino. Dan ternyata di sana sudah terbujur kaku mayat Rino. Aku lemas seketika.
Aku tak sanggup melihat kenyataan ini. Air mata mengalir deras dari mataku.
"Apa
yang terjadi?" ucapku sambil berteriak.
Ada sosok wanita yang menghampiriku dan
berkata "Rino telah tiada, dia kecelakaan tadi malam."
Seketika kotak yang aku pegang jatuh dan
cincin yang Rino berikan sebagai kado aniversary tadi malam jatuh menggelinding
di hadapan jenazah Rino.
Aku terdiam, tak berdaya
"Sebenarnya tadi malam sebelum Rino
kritis, dia menitipkan sebuah surat untukmu, surat itu sudah dia persiapkan
jauh-jauh hari. Namun, tadi malam surat itu ketinggalan di saku jaketnya."
kata ibunya sambil menyodorkan surat dan mengusap air mataku.
Kata apa lagi yang
mampu aku tuliskan untuk menggambarkan rasa ini, sekian hari melewati waktu
bersama tak ada kata maupun kalimat yang mampu
aku rangkai untuk menjelaskan rasa bahagia, melewati hari bersamamu, dan bisa
memilikimu. Terimakasih untuk kamu yang sekian hari mampu mengindahkan rasa
ini. Sekian detik bersamamu bagiku adalah hal yang berarti. Melewati
kebersamaan yang mungkin tidak bisa diganti sengan suatu hal apapun. Bagi Tuhan
sudah cukup mengirim salah satu ciptaanya untukku dan itu adalah kamu. Happy anniversary, Sayang, semoga kamu suka
dengan kado yang aku berikan. Aku ingin menghabiskan waktu bersamamu karena itu
aku memberimu cincin. Aku ingin meminangmu.
Seketika air mataku semakin mengalir deras
"Mengapa kamu harus secepat ini
meninggalkanku? Bukankah kamu ingin menghabiskan masa tua bersamaku?”
Namun, ini adalah takdir Tuhan. Seberapa hebat aku melawan, Tuhanlah
penentu segala takdir di dunia ini. Mau tidak mau aku harus ikhlas melepas
kepergian Rino. Kebahagiaan yang baru saja kita nikmati, mengapa harus terganti
dengan berita duga seperti ini. Sambil berlinang air mata kupeluk jenazah Rino.
Kuucapkan selamat tinggal kepadanya dan kejutan tadi malam adalah caramu
berpamitan untuk pergi dan tak akan kembali.

